Shofi Muthia Syar’ie
1113111000032
Mahasiswa FISIP UIN Jakarta
ABSTRACT.
This paper tries to explain the social movement organizations freedom of
religion Indonesia, which is of social movement organizations The Wahid
Institute pioneered by K.H Abdurrahman Wahid. The purpose explanation is to
review the policy of freedom of religion and the role of social movement
organizations The Wahid Institute to society in Indonesia. It also describes
the basic elements of social movement organizations The Wahid Institute.
Keywords.
Social Movement Organizations, Freedom Of Religion, The Wahid Institute, Pluralism,
Toleransi,
And Basic Elements Of Social Movement Organizations
Pendahuluan
Salah satu elemen penting pembentuk kesejahteraan
masyarakat Indonesia adalah etnis dan agama. Di indonesia sendiri memiliki ciri
ciri masyarakat yang majemuk, karena dapat dilihat dari adanya berbagai etnis
dan agama yang ada di Indonesia. Khususnya hubungan antarumat beragama di
Indonesia selalu menunjukkan hubungan yang dinamis. Kadang hubungan tersebut
berbentuk kerjasama dan tidak jarang pula berbentuk konflik. Meskipun saat ini
Indonesia terlihat saling menghormati antar agama, namun masih banyak yang
melakukan diskriminasi agama, khususnya untuk beragama di indonesia.
Berikut adalah 5 agama yang resmi di
Indonesia yang tercatat dalam Penjelasan pasal 1 UU Penodaan
Agama dinyatakan bahwa
agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Tapi, tidak berarti bahwa agama-agama
lain dilarang di Indonesia. Penganut agama-agama di luar enam agama di atas mendapat
jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan mereka dibiarkan keberadaanya,
selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Namun,
konflik berkaitan dengan beragama masih saja terjadi di beberapa daerah di
Indonesia. Fenomena di atas menunjukkan bahwa adanya kesenjangan antara agama
satu dengan agama yang lainnya, serta masih kurangnya rasa toleransi beragama
dalam masyarakat Indonesia. Karena masih adanya rasa tidak mentoleransi
beragama, maka munculah oraganisasi gerakan sosial di Indonesia yang bernama ‘The Wahid Institute’ yang dipelopori
oleh K.H Abdurrahman Wahid. Paper ini
mencoba menjelaskan peran gerakan organisasi sosial The Wahid Institute terhadap rasa toleransi masyarakat Indonesia
dalam hal beragama.
Gerakan Organisasi Sosial
Dalam
A Dictionary of Sociology, definisi
gerakan sosial adalah “upaya terorganisir yang dilakukan oleh beberapa pihak
untuk merubah atau ‘menolak’ perubahan yang terjadi dalam salah satu sendi –atau
beberapa sendi– kehidupan masyarakat”.
Sedangkan menurut McCharity dan Zald mendefinisikan organisasi gerakan sosial
sebagai “sesuatu yang kompleks, atau organisasi formal yang mengindentifikasi
tujuan dengan preferensi gerakan sosial atau counter movement (langkah/ tindakan) dan upaya untuk menerapkan
tujuan mereka. Atau dengan kata lain yaitu adalah organisasi yang formal dan
terstruktur”.
Tipe-Tipe Gerakan Sosial. Berikut
adalah dua tipe tipe gerakan organisasi sosial menurut Doherty 1999; Wall 1999;
Drury et al. 2003:
1. Organisasi
Sosial Profesional
Ada
4 karakteristik organisasi gerakan sosial yang profesional, yaitu:
1.
Pemimpinannya memberikan waktu yang
penuh untuk gerakannya
2.
Dokumen keanggotaan
3.
Mencoba untuk memberikan citra/pandangan
tentang “speaking for a constituency”.
4.
Upaya untuk mempengaruhi kebijakan
terhadap konstituen yang sama
2. Partisipasi
Gerakan Sosial
·
Mass
protest organizations
Dalam model ini
partisipasi organisasi sosial mengkombinasikan antara mempertahankan demokrasi
partispatoris dengan tingkat tertentu formalisasi dari suatu struktur
organisasi. Bagaimanapun juga model ini lebih menekankan pada peran
revolusioner profesional dan ketidakpedulian terhadap grassroot. Contohnya adalah kampanye tentang isu-isu lingkungan,
kampanye menyangkut energi nuklir dan kampanye tentang toleransi kebebasan
beragama.
·
Grassroots
organization
Berbeda dengan mass protest organizations, model grassroot menggabungkan orientasi partisipatif yang kuat dengan
yang tingkat rendah di dalam strukturasi formal. Keberadaan organisasi semacam
ini tergantung pada kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan
mereka. Kesediaan partisipasi mereka didorong melalui kombinasi yang berbeda
dari insentif ideologis dan solidaritas. Seringkali hal ini berkaitan dengan
lokalitas.
Sejarah Singkat The Wahid Institute
Berdiri
sejak 7 September 2004, The WAHID Institute (WI) adalah lembaga yang berusaha
mewujudkan prinsip dan cita-cita intelektual Abdurrahman Wahid dalam membangun
pemikiran Islam moderat yang mendorong terciptanya demokrasi, multikulturalisme
dan toleransi di kalangan kaum muslim di Indonesia dan seluruh dunia. Dalam
berbagai programnya, WI menggelar kegiatan di lingkungan aktivis muslim
progresif dan dialog-dialog di antara pemimpin agama-agama dan tokoh-tokoh
politik di dunia Islam dan Barat.
VISI. Terwujudnya
cita-cita intelektual Gus Dur untuk membangun kehidupan bangsa Indonesia yang
sejahtera dan umat manusia yang berkeadilan sosial dengan menjunjung tinggi
pluralisme, multikulturalisme, demokrasi, HAM yang diinspirasi nilai-nilai
Islam. The Wahid institute berusaha memperjuangkan terciptanya dunia yang damai
dan adil dengan mengembangkan pandangan Islam yang toleran dan moderat dan
bekerja untuk terbangunnya kesejahteraan bagi semua manusia.
MISI. (1)
Mengembangkan, merawat dan menyebarluaskan nilai-nilai Islam yang damai dan dan
toleran. (2) Mengembangkan dialog-dilog antara budaya lokal dan internasional
demi memperluas harmoni Islam dengan berbagai kebudayaan budaya dan agama di
dunia. (3) Mendorong beragam inisiatif untuk memperkuat masyarakat sipil dan
tata kelola pemerintah yang baik di Indonesia dalam penguatan demokrasi. (4) Mempromosikan
partisipasi aktif dari beragam kelompok agama dalam membangun dialog kebudayaan
dan dialog perdamaian. (5) Mengembangkan inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan
dan keadilan sosial.
PENDIRI. K.H. Abdurrahman Wahid.
Atau biasa disapa Gus Dur, mantan Ketua Umum pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) ini figur penting dalam gerakan demokrasi dan pemikiran moderat di
lingkungan muslim Indonesia. Bacaan dan perhatiannya amat luas, dari politik
hingga humor. Seperti sebelumnya, ketika putera mantan Menteri Agama RI ini
menjadi Presiden RI (1999-2001), banyak langkah penting yang diambil, terutama
demi menjamin hak-hak kelompok minoritas.
Selain
K.H Abdurrahman Wahid yang ikut berperan penting dalam mendirikian The Wahid
Institute adalah Dr. Gregorius James Barton, kemudian Yenny Zannuba Wahid
Puteri kedua mendiang KH. Abdurrahman Wahid ini mantan jurnalis Sidney Morning
Herald dan the Age, Australia, danx Ahmad Suaedy sebagai Direktur Eksekutif
Abdurrahman Wahid Center Universitas Indonesia.
Program The Wahid Institute. Sejak kemunculannya di
ruang publik 7 September 2004, Wahid Isntitute secara konsisten menjalankan
beragam usaha untuk mewujudkan visi dan misi gerakannya. Wahid Institute,
seperti ditunjukan The Wahid Institute: Seeding Plural and Peaceful Islam
Annual Report 2011, menjalankan program yang berkaitan dengan gerakan
oraganisasi sosial menyangkut toleransi dalam beragama, di antaranya yaitu:
- ·
Kampanye Islam Demokrasi Dan Pluralisme.
- ·
Gerakan Kebhinekaan
- ·
Pengembangan Kapasitas Muslim Progresif
- ·
Monitoring Isu Keagamaan
- ·
Advokasi Kebijakan Publik Dan Minoritas
- ·
Forum Diskusi, Seminar Dan Dialog
Salah
satu kampanye yang masih berjalan saat ini adalah Pawai dan Festival Perdamaian
yang diadakan pada acara Car Free day, Sarinah – bundaran HI – Imam Bonjol
dengan tema “The Right of Peoples To
Peace”. Kegiatan yang ada dalam kampanye ini adalah memberikan sosialisasi
kepada masyarakat untuk memiliki rasa tolelir terhadap keyakinan beragama.
Elemen-Elemen Dasar Organisasi
Gerakan Sosial The Wahid Institute
Peran dan Aksi: Peran Nilai. Nilai
dapat mempengaruhi aktor dalam mendefinisikan tujuan spesifik, dan
mengidentifikasi strategi yang efesien dan dapat diterima secara moral,
terlebih lagi, nilai dapat menyediakan keperluan motivasi dalam menopang suatu
gerakan.
Salah satu nilai yang dianut oleh The Wahid Isntitute dalam menjalan gerakan,
salah satunya adalah kampanye aksi perdamaian yang diadakan pada acara Car Free Day, adalah “The Right of Peoples To Peace” atau yang
dimaksud adalah bahwa “Orang yang benar adalah orang yang berdamai”.
Berdamai disini maksudnya adalah mempunyai rasa toleransi, serta tidak membuat
perselisihan atau mendiskriminasi terhadap perbedaan agama, ras, suku, gender,
dan budaya.
Budaya dan Aksi: Perspektif
Kognitif. Nilai tidak selalu menopang terjadinya sebuah
gerakan, namun kemampuan aktor dalam merumuskan nilai-nilai dan motivasi untuk
beradaptasi dengan cara yang paling efesien untuk memobilisasi sektor tertentu
(suatu gerakan muncul akibat proses berfikir dan adaptasi individu yang tidak
terkungkung pada nilai-nilai tertentu). Dalam hal ini faktor nilai dikesampingkan,
dan lebih berorientasi pada peran aktor yang berfikir.
Dalam organisasi gerakan sosial The Wahid Institue memiliki perspektif
kognitif, yaitu kemampuan pendiri The Wahid Institute yang terdiri dari K.H
Abdurrahman Wahid, Dr. Gregorius James Barton, kemudian Yenny Zannuba Wahid
Puteri kedua mendiang KH. Abdurrahman Wahid, dan Ahmad Suaedy yang ikut
berperan sebagai motivasi untuk beradaptasi dengan lingkungan
dan dalam merumuskan nilai-nilai yang dianut oleh The Wahid Institute.
Frame
dan Ideologi. Para teoritisi gerakan
sosial memperkenalkan perspektif pembingkaian aksi kolektif untuk menjelaskan
mentransformasikan mobiliasi potensial ke dalam mobilisasi aktual dalam upaya
meyakinkan kelompok sasaran yang beragam dan luas sehingga mereka terdorong mendesakan
perubahan. Klandermans, dikutip Muhtadi, menjelaskan mobilisasi aksi kolektif
dapat dijelaskan sebagai konstruksi budaya sebagai sistem kesadaran kolektif
yang mengandung makna-makna yang menjadi kekuatan legitimasi dan motivasi bagi
lahirnya tindakan-tindakan kolektif.
Dalam banyak kasus, frame berasal dari ideologi. Perbedaan antara ideologi dan
frame tidak mencegah kita dari cara berfikir, frame mampu memberikan
interpretasi yang luas dari realitas.
Gerakan kebebasan beragama Wahid
Institute berpijak (mempunyai dasar) pada substansiasi fiqh pluralisme agama
yang bersandar pada etika dan spiritualitas dengan fundamental yang telah
digariskan oleh tujuan nilai-nilai syari’at (maqâshid al-syarÄ©’ah). Ketika realitas sosial ditandai dengan keberagaman
dalam pandangan keagamaan, toleransi kebebasan beragama sebagai bagian
penciptaan perdamaian menjadi penting untuk menghindari penggunaan kekerasan
yang berbasis perbedaan dengan pandangan keagamaan.
Snow
dan Benford menjelaskan tiga aspek pembingkaian aksi kolektif gerakan sosial,
yaitu:
1.
Elemen
Diagnistik. Frame interpretasi menimbulkan
pendefinisian terhadap masalah sosial, dalam hal ini pendiagnosisan masalah
merupakan elemen penting dalam memunculkan gerakan sosial.
Atau dengan kata lain, elemen diagnistik adalah aktor mendiagnosis perubahan-perubahan yang terjadi
(pendefinisian terhadap masalah sosial). Untuk organisasi gerakan sosial The
Wahid Institute mempunyai elemen diagnistik yang diangkat dari banyaknya kasus
di Indonesia mengenai diskriminasi pada agama, budaya, etnis dan gender, dan
ingin mewujudkan kedamaian sehingga terbentuklah The Wahid Institute.
2.
Elemen
Prognostik. Dalam perspektif ini, unsur politik
relatif perifer dengan perbandingan untuk sikap kritis lainnya.
Menurut penulis, elemen prognistik dalam The Wahid Institute adalah bahwa KH.
Abdurrahman Wahid memanfaatkan posisinya dalam dunia politik untuk membentuk
organisasi gerakan sosial The Wahid Institute agar lebih mudah dikenal, dan
lebih mudah diterima oleh masyarakat Indonesia dengan memandang posisi politik
KH> Abdurrahman Wahid.
3.
Elemen
Motivasi. Elaborasi simbolik sangat penting untuk menghasilkan
motivasi dan insentif yang diperlukan untuk tindakan. Hasil dan biaya bisa
diketahui yang berkaitan dengan aksi kolektif, jika aktor yang melakukan aksi
kolektif tersebut yakin bahwa tindakannya mempunyai kesempatan untuk
memobilisasi, praktis, dan mempunyai legitimasi tindakan.
Aktor- aktor yang ikut berkampanye dalam acara-acara perdamaian dan toleransi
beragama yang diadakan oleh The Wahid Institute kebanyakan dari koalisi-koalisi
yang berkerja sama dengan The Wahid Institute. Contohnya adalah aktor koalisi
dari Organisasi Pemberdaya Muda, Perkumpulan Pecinta Hewan,
dengan secara sukarela meramaikan kampanye yang diadakan oleh The Wahid
Institute.
Kebebasan Beragama Di Indonesia
Hukum
untuk memiliki hak Kebebasan Beragama di Indonesia telah diatur dalam
Undan-Undang Dasar tahun 1945 pada pasal 28E ayat 1 dan 2 yang berbunyi: “ (1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang
atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati nuraninya.”
Dalam Penjelasan
pasal 1 UU Penodaan Agama dinyatakan
bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Tapi, tidak berarti bahwa
agama-agama lain dilarang di Indonesia. Penganut agama-agama di luar enam agama
di atas mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat (2)
UUD 1945 dan mereka dibiarkan
keberadaanya, selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam Laporan Tahunan Kebebasan Beragama di
Indoneisa menurut The Wahid Institute menyatakan bahwa tidak kurang dari 21
diskriminasi agama yang masih terjadi di Indonesia, baik di pelosok hingga ke
kota. Diskriminasi agama pada tahun 2015 menurut catatan Laporan Tahunan
Kebebasan Beragama di Indoneisa The Wahid Institute, diskriminasi ini tidak
hanya dilakukan oleh pelaku non negara, namun dilakukan juga oleh pelaku
negara.
Peran The Wahid Institute dalam hal toleransi
kebebasan beragama dan aksi kedamaian cukup membantu negara. Walaupun menurut
Catatan Laporan Tahunan Kebebasan Beragama di Indonesia The Wahid Institute
dapat beberapa kasus dimana pelaku Negara justru melakukan diskriminasi
terhadap agama agama. Kampanye-kampanye, Forum, Diskusi serta Dialog yang
dilakukan oleh The Wahid Institute juga membantu Negara untuk memberikan
sosialisasi kepada masyrakatnya bahwa pentingnya untuk bertoleransi dalam
kebebasan beragama serta aksi perdamaian.
Kesimpulan
Berikut
adalah 5 agama yang resmi di Indonesia yang tercatat dalam Penjelasan
pasal 1 UU Penodaan Agama dinyatakan
bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Dalam ke-6 agama yang ada
di Indonesia ini banyak terjadi kasus-kasus pendiskriminasian agama dikarenakan
kurangnya rasa toleransi dalam hal kebebasan beragama.. Bahkan dalam Laporan
Tahunan Kebebasan Beragama di Indoneisa menurut The Wahid Institute menyatakan
bahwa tidak kurang dari 21 diskriminasi agama yang masih terjadi di Indonesia.
Maka dari itu, di sini Gerakan Organisasi The Wahid Institute memiliki peran
untuk mensosialisasikan kepada masyrakat Indonesia pentingnya toleransi
kebebasan beragama dan kedamaian
Aktor-aktor
yang mempunyai peran penting dalam mendirikan The Wahid Institute adalah KH.
Abrurahman Wahid, Dr. Gregorius James Barton, kemudian
Yenny Zannuba Wahid Puteri kedua mendiang KH. Abdurrahman Wahid, dan Ahmad
Suaedy.
Usaha-usaha The Wahid Institute dalam
menjalankan organisasi gerakan sosial ini adalah dengan mengadakan Kampanye
Islam Demokrasi Dan Pluralisme, Gerakan Kebhinekaan, pengadaan Pengembangan
Kapasitas Muslim Progresif, melakukan Monitoring Isu Keagamaan, Advokasi
Kebijakan Publik Dan Minoritas serta Forum Diskusi, Seminar Dan Dialog. Salah
satu kampanye yang masih berjalan saat ini adalah Pawai dan Festival Perdamaian
yang diadakan pada acara Car Free day, Sarinah – bundaran HI – Imam Bonjol
dengan tema “The Right of Peoples To
Peace”. Kegiatan yang ada dalam kampanye ini adalah memberikan sosialisasi
kepada masyarakat untuk memiliki rasa tolelir terhadap keyakinan beragama.
Aktor- aktor yang ikut berkampanye dalam acara-acara perdamaian dan toleransi
beragama yang diadakan oleh The Wahid Institute kebanyakan dari koalisi-koalisi
yang berkerja sama dengan The Wahid Institute. Contohnya adalah aktor koalisi
dari Organisasi Pemberdaya Muda, Perkumpulan Pecinta Hewan,
dengan secara sukarela meramaikan kampanye yang diadakan oleh The Wahid
Institute.
Daftar Pustaka